Jumat, 06 Mei 2016

                                           
“PENGGUNAAN BAHASA DALAM ILMU HUKUM PIDANA DAN ILMU HUKUM PERDATA”

DOSEN PENGAJAR:
DANA ASWADI, M.Pd
MATA KULIAH:
BAHASA INDONESIA
NAMA:
ADHI MAULANA
NIM:
B1A015078

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN 2016


DAFTAR ISI


DAFTAR ISI
BAB I   PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
1.2  RUMUSAN MASALAH
1.3  TUJUAN
1.4  MANFAAT
BAB II   LANDASAN TEORI
BAB III   PEMBAHASAN
BAB IV   PENUTUP
1.1  SIMPULAN
1.2  SARAN
BAB V   DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN

1.1    LATAR BELAKANG
Karakteristik bahasa hukum Indonesia terletak pada istilah-istilah, komposisi serta gaya bahasanya yang khusus dan kandungan artinya yang khusus. Bahasa hukum yang kita pergunakan sekarang masih bergaya orde lama, masih banyak yang kurang sempurna semantik kata, bentuk dan komposisi kalimatnya, masih terdapat istilah-istilah yang tidak tetap dan kurang jelas. Hal mana dikarenakan para sarjana hukum di masa yang lalu, tidak pernah mendapatkan pelajaran bahasa hukum yang khusus dan tidak pula memperhatikan dan mempelajari syarat-syarat dan kaidah-kaidah bahasa Indonesia.
Kelemahan ini dikarenakan bahasa hukum yang kita pakai dipengaruhi istilah-istilah yang merupakan terjemahan dari bahasa hukum Belanda yang dibuat oleh para sarjana hukum Belanda yang lebih menguasai tata bahasa belanda daripada tata bahasa Indonesia.
Selanjutnya harus kita akui dibanding dengan bahasa asing yang kaya dengan istilah, maka bahasa kita masih miskin dalam istilah. Sehingga dalam menterjemahkan istilah Belanda para sarjana hukum membuat istilah sendsiri, hal ini menyebabkan seringkali terdapat pemakaian istilah yang tidak sesuai dengan maksud sebenarnya. Adakalanya dua atau lebih istilash hukum asing kita terjemahkan hanya dengan satu istilah atau satu istilah kita terjemahkan menjadi beberapa istilah hukum Indonesia. Untuk mengatas kekeliruan pengertin maka seringkali kita dapati dalam kepustakaan hukum penulisnya mencatumkan bahasa aslinya di dalam tanda kurung.
Mempelajari asas-asas dan kaidah-kaidah bahasa Indonesia bagi kalangan hukum bertujuan untuk mengatasi kekurangan sempurnaan dalam penggunaan bahasa hukum dalam berbicara atau mengumakakan pendapat tentang hukum, di dalam membuat karangan ilmiah tentang hukum, aturan hukum, surat pengaduan, tuduhan, kesaksian, tuntutan, pembelaan keputasaan atau untuk membuat surat-surat perjanjian, akta-akta, surat gugatan, memori banding, kasasi, putusan, dan sebagainya.

1.2    RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana bahasa hukum yang berlaku di Indonesia?
2.      Apa saja yang menjadi dasar-dasar ilmu pengetahuan dalam memahami bahasa hukum?
3.      Bagaimana penggunaan bahasa dalam ilmu hukum pidana dan ilmu hukum perdata di Indonesia?

1.3    TUJUAN
1.      Untuk menambah pengetahuan tentang bahasa hukum yang digunakan dalam hukum pidana dan hukum perdata
2.      Memberikan kejelasan pentingnya memperhatikan kaidah-kaidah serta makna-makna tertentu dalam memahami bahasa hukum
3.      Untuk memberikan penjelasaan mengenai bahasa dalam hukum pidana dan hukum perdata

1.4    MANFAAT
1.      Menjadikan mahasiswa hukum lebih mengetahui tentang istilah-istilah, kaidah-kaidah, serta pemaknaan yang digunakaan sesuai dengan bahasa baik dan benar
2.      Agar dalam penggunaan bahasa tidak terjadi kesalahpahaman
3.      Menjadikan setiap mahasiswa dapat lebih mudah memahami bahasa hukum di dalam bidang hukum pidana maupun bidang hukum perdata



BAB II
LANDASAN TEORI

Bahasa indonesia adalah bahasa yang berasal dari bahasa melayu, dimana pada masa kerajaan-kerajaan di nusantara dijadikan sebagai bahasa perdagangan dan penghubung antara satu suku dengan suku yang lain. Menurut perkembangannya diyakini juga bahasa Indonesia perlahan dikenal beriringan dengan penyebaran agama Islam di nusantara.
Pada periode berikutnya, perkembangan bahasa Indonesia menjadi sangat penting kedudukannya. Semenjak diikrarkannya sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, dimana ikrar tersebut memiliki isi (1) bertumpah darah satu, tanah air Indonesia; (2) berbangsa satu, bangsa Indonesia; (3) berbahasa satu, bahasa Indonesia. Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa dan kedudukannya sebagai bahasa nasional.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah. Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945 karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).
Untuk mempelajari bahasa hukum, maka harus diperhatikan dan diingat bahwa bahasa hukum itu memiliki sifat-sifat yang khusus yang bagi orang awam tidak mudah dipahami. Kekhususan itu ada kalanya menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang umum dalam bahasa Indonesia, misalnya sebagaimana dikemukakan Soerjono Seokanto, apabila ada kalimat yang berbunyi “Badu memukul Tatang, maka menurut ketentuan ilmu bahasa “Badu” Badu adalah subyek, memukul adalah predikat dan “Tatang” adalah obyek dari kalimat tersebut. Tetapi didalam kalimat ilmu hukum “tatang itu tidak mungkin menjadi obyek, tetapi ia adalah subyek (hukum) oleh karena ia adalah manusia. Di dalam ilmu hukum hanyalah benda atau yang bukan subyek hukum yang menjadi obyek hukum”.
Kekhususan lain dari bahasa hukum nampak pada kata-kata atau istilah-istilah hukumnya, kemudian arti dan tafsirnya yang dapat dilihat dari berbagai segi pandangan hukum. Mengartikan dan mnafsirkan istilah-istilah dan susunan kalimat dalam bentuk kaidah-kaidah atau dalam bentuk analisa hukum, dasar dan kedudukann hukumnyua dari apa yang dikemukakan itu merupakan seni hukum tersendiri.




BAB III
PEMBAHASAN

           A.   BAHASA HUKUM
Secara sederhana bahasa dikenal sebagai alat komunikasi bagi manusia untuk mengungkapkan perasaan dan menyampaikan buah fikiran kepada sesama manusia. Bahasa bisa dijumpai dengan 3 sarana, yakni: (1) Lisan, (2) Tulisan, (3) Pertanda atau lambing.
Bahasa hukum berfungsi sebagai alat atau sarana menyampaikan informasi. Kaidah-kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia juga berlaku dalam bahasa hukum, hanya saja bahasa hukum dan bahasa Indonesia mempunyai ciri-ciri yang tegas yang berfungsi sebagai pembeda yaitu mencakup dengan konsep bahasa itu sendiri.
Dalam bahasa Indonesia sesuai konsepnya satu kata dapat memiliki beberapa arti, sedangkan dalam bahasa hukum sedapat mungkin menghindarikan seperti hal tersebut. Karena didalam bahasa hukum terdapat suatu konsep atau mono smantik atau kesatuan makna. Hal ini dimaksudkan supaya jangan timbul hal yang berbeda yang menyangkut dengan kaidah hukum.
Untuk melengkapi pengetahuan tentang bahasa hukum, akan lebih tepatnya jika memperhatikan beberapa pengertian mendasar dalam bahasa hukum:
1.      Semantik Hukum
Semantik Hukum adalah ilmu pengatahuan yang menyelidiki makna atau arti kata-kata hukum, perhubungan dan perubahan-perubahan arti kata-kata itu dari zaman ke zaman menurut waktu tempat dan keadaan. Misalnya istilah hukum perdata yang sekarang kita pakai sebagai terjemahan dari istilah hukum Belanda privaatrecht berasal dari kata Arab (Islam) yaitu hukum (hukum) dan istilah Jawa (Hindu) yaitu pradata.
Selama ini susunan perundang-undangan atau peraturan-peraturan yang dibuat pada umumnya terdiri dari pertimbangan (konsideran),pasal-pasal aturannya, dan penjelesannya. Dengan sistem demikian, pembentuk undang-undang berusaha menguraikan alasan-alasan, maksud dan tujuan peraturan itu, hal yang diatur dan dibagi kedalam berbagai bab dan pasal serta ayat-ayatnya, kemudian dikemukakan penjelasan dari setiap pasal yang memerlukan penjelasan.
2.      Kaidah Hukum
Kaidah Hukum mengandung kata-kata perintah dan larangan, apa yang mesti dilakukan dan apa yang mesti tidak dilakukan, tidak sedikit yang mengandung paksaan. Kaidah hukum tidak hanya berbentuk kaidah perundangan yang berwujud bahasa tulisan, tetapi juga berwujud bahasa lisan, bahasa yang tidak tertulis dalam bentuk perundangan , seperti terdapat dalam hukum adat dan hukum kebiasaan. 
3.      Konstruksi Hukum
Konstruksi Hukum (rechtsconstructie) yang merupakan alat-alat yang dipakai untuk menyusun bahan hukum yang dilakukan secara sistematis dalam bentuk bahasa dan istilah yang baik. Menyusun yang dimaksud adalah menyatukan apa yang termasuk dalam satu bidang yang sama, satu pengertian yang sama.
Istilah pencurian misalnya adalah suatu konstruksi hukum, yaitu suatu pengertian tentang semua perbuatan mengambil barang dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum (Pasal 362 KUHP). Jadi apakah perbuatan itu disebut maling, nyolong, nyopet, apakah ia mengambil benda tidak berwujud (listrik) atau berwujud, kesemuanya apabila dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, maka perbuatan itu disebut pencurian.
4.      Fiksi Hukum
Fiksi Hukum adalah sesuatu yang khayal yang digunakan dalam ilmu hukum dalam bentuk kata-kata, istilah-istilah yang berdiri sendiri atau dalam bentuk kalimat yang bermaksud untuk memberikan suatu pengertian hukum. Bentuk fiksi hukum banyak dipakai dalam hukum adat melalui peribahasa sedangkan dalam hukum perundangan memakai bentuk kalimat pasal demi pasal.
5.      Pembentukan Hukum
Pada masyarakat di masa lampau yang belum pesat kemajuan hidupnya, seperti pada masyarakat adat yang tradisional di masa sebelum kemerdekaan, pembentukan hukum lebih banyak mengandung hal-hal yang bersifat seni , menggunakan kata-kata yang indah dalam bentuk puisi atau prosa, lukisan atau lambang , pepatah atau peribahasa. Pada masyarakat modern cara-cara lama itu sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan masyarakatnya.
Bukan saja karena kebutuhan masyarakat modern sudah semakin luas, tetapi juga manusia sekarang nampaknya sduah banyak yang tidak bisa lagi diberikan pengertian dengan kata sindiran atau kata kiasan yang abstrak.
Masyarakat yang berkepribadian Indonesia seperti halnya pada masyarakat hukum adat masih mengenal, menghormati dan menggunakan bahasa hukum adat dan seni hukum adatnya. Di kalangan orang-orang tua, para pemuka masyarakat adat dan musyawarah kerabat, pepatah dan peribahasa hukum masih sering digunakan.
Peraturan-peraturan hukum modern yang dibentuk oleh pembentuk undang-undang atau keputusan-keputusan hakim yang dibentuk dibuat oleh para hakim di muka pengadilan atau juga dalam lembaga-lembaga resmi atau swasta dapat dilihat dari segi politik dan teknik hukumnya.
Politik hukum yang dimaksud adalah kehendak yang tertera dalam kalimat-kalimat yang menetapkan tujuan dan isi peraturan itu. Sedangkan teknik hukum yang dimaksud adalah cara perumusan kaidah hukum dengan menempatkan kata-kata dan kalimat-kalimat yang dibuat secara sederhana sedemikian rupa sehingga maksud dari pembentukan hukum itu jelas dapat diketahui didalamnya.

B.     BAHASA HUKUM PIDANA DI INDONESIA
Hukum pidana termasuk pada ranah hukum publik. Istilah “ pidana” berasal dari bahasa Hindu Jawa yang artinya Hukuman, Nestapa atau sedih hati; dalam bahasa Belanda disebut straf. Jadi hukum pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antar subjek hukum dalam hal perbuatan - perbuatan yang diharuskan dan dilarang oleh peraturan perundang - undangan dan berakibat diterapkannya sanksi berupa pemidanaan dan/atau denda bagi para pelanggarnya.
Hukum Indonesia masih berpegang teguh pada hukum buatan Belanda, begitu juga dengan hukum pidana di Indonesia saat ini , kendati Departemen Kehakiman sejak tahun 1966 telah menggarap naskah Undang-undang Hukum Pidana namun hingga saat ini belum selesai Hukum Pidana Nasional itu maka untuk sementara waktu Indonesia masih menggunakan hukum yang berpegang pada hukum buatan Belanda.
  • .      Asas Hukum Pidana


Asas berarti dasar, alas, pondamen, atau sesuatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berfikir. Jadi Asas hukum pidana adalah pokok dasar dalam aturan-aturan pidana.“Tiada suatu perbuatan dapat di pidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundangan yang telah ada sebelum perbuatann dilakukan. ”Asas ini berasal dari bahasa latin “nullum delictum, nulia poena sine previae lege poenali” yang artinya tiada peristiwa pidana, tiada pidana tanpa adanya aturan pidana terlebih dahulu.
  • .      Peristiwa Pidana


Peristiwa pidana adalah semua peristiwa perbuatan yang bertentangan dengan hukum pidana, peristiwa itu mengandung anasir melawan hukum. Namun terkadang ada pula peristiwa yang bertentangan dengan hukum itu tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum dikarenakan ada anasir yang menghapus hukuman, maka pelakunya tidak dapat dihukum begitu juga ketika melakukan kesalahan jika ada anasir yang menghapusnya maka tidak akan terkena hukuman, misalnya ketika keadaan darurat atau melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberi oleh kuasa yang berhak dan sah secara hukum.
  • .      Pelaku Peristiwa Pidana


Pelaku peristiwa pidana adalah orang yang melakukan perbuatan salah dalam peristiwa pidana. Pelaku dalam peristiwa pidana haruslah orang bersalah. Namun ada pengecualian , manakala terdapat anasir yang menghapus kesalahan, maka ia tidak akan bisa dipertanggung jawabkan kesalahannya. Misalnya orang gila , mabuk, dan orang yang belum cakap umur yakni dibawah 16 tahun, namun jika kesalahannya patut dipidanakan maka maksimum pidana pokoknya dikurangi sepertiga dan jika pidana mati atau pidana seumut hidup maka pidana penjaranya paling lama lima belas tahun.
  • .      Kesalahan


Menurut hukum Pidana kesalahn dapat dimaknai dalam arti luas dan sempit. Dalam arti luas kesalahan meliputi tiga anasir yaitu tentang pertanggungan jawab dari pelaku. Kesalahan dalam arti sempit yaitu karena kehilapan atau karena kesengajaan dan perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan kepada sipelaku. Kesalahan karena kehilapan disebut delik kulpa, yaitu delik yang akibatnya tidak dikehendaki oleh pelakunya. Sedangkan kesalahan karena kesengajaan disebut delik dolus, yaitu delik yang memang akibatnya dikehendaki oleh pelaku. Ketidak sengajaan pelaku jika pelaku tersebut tidak waras atau anak kecil maka tidak dapat dikenai hukuman.  
  • .      Hukuman Pokok


Hukuman berarti siksaan yaitu siksaan yang diletakkan pada terhukum ( orang yang bersalah karena melanggar hukum).
Hukuman Pokok dibagi menjadi:
-          Hukuman Mati
Hukuman mati adalah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan/tanpa pengadilan sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya.

-          Hukuman Penjara
Pidana penjara dapat dikenakan selama seumur hidup atau selama waktu tertentu, antara satu hari hingga dua puluh tahun berturut-turut serta dalam masa hukumannya dikenakan kewajiban kerja. Pidana penjara dikenakan kepada orang yang melakukan tindak pidana kejahatan.

-          Hukuman Kurungan
Pidana kurungan dikenakan paling pendek satu hari dan paling lama satu tahun (Pasal 18 ayat (1) KUHP) tetapi dapat diperpanjang sebagai pemberatan hukuman penjara paling lama satu tahun empat bulan (Pasal 18 ayat (3) KUHP) serta dikenakan kewajiban kerja tetapi lebih ringan daripada kewajiban kerja terpidana penjara (Pasal 19 ayat (2)KUHP).
Pidana kurungan dikenakan kepada orang yang melakukan tindak pidana pelanggaran atau sebagai pengganti pidana denda yang tidak bisa dibayarkan (Pasal 30 ayat (2) KUHP).

-          Hukuman Denda
Hukuman denda disebut juga dengan hukuman kekayaan, yakni hukuman yang berupa keharusan membayar dengan uang atau juga dalam arti uang yang harus dibayarkan sebagai hukuman karena melanggar hukum. Hukuman denda diatur dalam pasal pasal 30 KUH Pidana.

-           Hukuman Tutupan
Hukuman tutupan adalah hukuman yang digunakan untuk menutupi hukuman dari perbuatan kesalahnnya yang patut dihormati.
  • .      Hukuman Tambahan


Hukuman tambahan adalah hukuman yang ditambahkan terhadap hukuman pokok bagi terhukum tertentu.
  • .      Kejahatan Dan Pelanggaran


Hukuman bagi pelaku kejahatan biasanya lebih berat dari pada hukuman bagi perbuatan pelanggaran. Perbedaan perbuatan kejahatan dan pelanggaran didasarkan pada perbedan delik hukum( perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tapi juga bertentangan dengan kesadaran hukum rakyat) dan delik undang-undang (perbuatan yang hanya bertentangan dengan ketentuan undang-undang).
  • .      Perbuatan Kejahatan


Perbuatan kejahatan dibagi menjadi :
-          Kejahatan Keamanan dan Ketertiban Umum
-          Kejahatan Kesusilaan
-          Penghinaan
-          Kejahatan Kebebasan
-          Pembunuhan
-          Penganiyaan
-          Pemerasan
-          Penggelapan

  • .      Perbuatan Pelanggaran


Pelanggaran adalah perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang. Hukuman bagi pelaku pelanggaran tidaklah lebih berat dari pada hukuman bagi pelaku kejahatan. Di bawah ini adalah beberapa contoh perbuatan pelanggaran , yakni sebagai berikut:
-          Kenakalan
-          Pengemis dan gelandangan
-          Gelar, tanda kehormatan, pakaian dan pesta yang tidak semestinya
-          Tidak menghadiri panggilan resmi pemerintahan
-          Perbuatan amoral

   C.   BAHASA HUKUM PERDATA DI INDONESIA

Hukum perdata di Indonesia tidak lain sama halnya dengan hukum pidana merupakan hukum bawaan dari kolonial Belanda yang dijadikan berlaku di Indonesia pada masa hingga saat ini. Hukum perdata ialah salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang dikenal dengan KUHPer yang tadi dikatakan berlaku sebagai pedoman tentang masalah perdata di Indonesia, KUHPer tidak lain adalah terjemahan dari Burgerlijk Wetbook atau yang dikenal juga dengan sebutan BW yang pada masa penjajahan juga berlaku dikerajaan Belanda  dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan asas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
-                   -          Buku I Tentang Orang
    Mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
-          Buku II tentang Kebendaan
Mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (1) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (2) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (3) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
-          Buku III tentang Perikatan
Mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.


-          Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian
Mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.




BAB IV
PENUTUP

1.1  SIMPULAN
Berdasarkan dari pembahasan mengenai penggunaan bahasa dalam Ilmu Hukum Perdata dan Ilmu Hukum Pidana, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Bahasa hukum berfungsi sebagai alat atau sarana menyampaikan informasi. Kaidah-kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia juga berlaku dalam bahasa hukum, hanya saja bahasa hukum dan bahasa Indonesia mempunyai ciri-ciri yang tegas yang berfungsi sebagai pembeda yaitu mencakup dengan konsep bahasa itu sendiri.
Hukum pidana Indonesia termasuk pada ranah hukum publik. Istilah “ pidana” berasal dari bahasa Hindu Jawa yang artinya Hukuman, Nestapa atau sedih hati; dalam bahasa Belanda disebut straf. Jadi hukum pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antar subjek hukum dalam hal perbuatan - perbuatan yang diharuskan dan dilarang oleh peraturan perundang - undangan dan berakibat diterapkannya sanksi berupa pemidanaan dan/atau denda bagi para pelanggarnya.
Begitu pula hukum perdata di Indonesia tidak lain sama halnya dengan hukum pidana merupakan hukum bawaan dari kolonial Belanda yang dijadikan berlaku di Indonesia pada masa hingga saat ini. Hukum perdata ialah salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik.
Kitab Undang-udang Hukum Pidana yang dikenal dengan KUHP (Wetbook van Straftrecht) dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang dikenal dengan KUHPer (Burgerlijk Wetbook) yang pada masa penjajahan juga berlaku dikerajaan Belanda  dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan asas konkordansi.

1.2  SARAN
Bahasa hukum Indonesia walaupun mempunyai karakter dan gaya bahasa yang mencerminkan khas hukum haruslah tetap menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat umum secara luas dan tidak menimbulkan penafsiran ganda. Dengan banyaknya kasus akan pemaknaan dan permasalahan yang terlah diketahui dan dikaji maka diharapkan para pakar hukum mampu membuat undang-undang yang dapat dengan mudah dipahami oleh masyarakat awam. Masyarakat serta para pakar hukum pun diharapkan agar benar-benar memahami kaidah bahasa Indonesia sesuai EYD. Agar bahasa Indonesia bisa digunakan dengan baik dan benar dalam dunia hukum di Indonesia.


BAB V
DAFTAR PUSTAKA